Rabu, 08 Januari 2014

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.011/2013

Pada tanggal 11 Nopember 2013 diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
151/PMK.011/2013 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Tata Cara Pembetulan Atau
Penggantian Faktur Pajak.


Adapun Peraturan Menteri Keuangan tersebut antara lain mengatur hal-hal berikut:

• Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
1. penyerahan Barang Kena Pajak
2. penyerahan Jasa Kena Pajak
3. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
4. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
5. ekspor Jasa Kena Pajak

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK


• Faktur Pajak harus dibuat pada:
1. saat penyerahan Barang Kena Pajak;
2. saat penyerahan Jasa Kena Pajak;
3. saat ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
4. saat ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud i; dan/atau
5. saat ekspor Jasa Kena Pajak.

• Penyerahan Barang Kena Pajak untuk:
a. penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
berupa barang bergerak, terjadi pada saat:
o Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada
pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
o Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada
penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan
penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar
cabang;
o Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau
pengusaha jasa angkutan; atau
o harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau
penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha
Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan
diterapkan secara konsisten.
b. penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk
menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara
hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
c. penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
o harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai
piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh
Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
dan diterapkan secara konsisten; atau
o kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas
atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya,
dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.
d. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
o ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
o berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar;
o tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan;
atau
o diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
berdasarkan data atau dokumen yang ada.
e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi
ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat:
o disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai
hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha,
atau perubahan bentuk usaha; atau
o ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh
Notaris.
• Penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat:
1. harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau
penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena
Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten;
2. kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud
pada huruf a tidak diketahui; atau
3. mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik
sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian
sendiri Jasa Kena Pajak.
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud terjadi pada saat Barang Kena Pajak
dikeluarkan dari Daerah Pabean.
Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud terjadi pada saat Penggantian atas
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui
sebagai piutang atau penghasilan.
Ekspor Jasa Kena Pajak terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor
tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
Faktur Pajak juga harus dibuat pada:
1. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak;
2. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
3. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri.

FAKTUR PAJAK
• Faktur Pajak berbentuk:
1. elektronik
Faktur Pajak berbentuk elektronik adalah Faktur Pajak yang dibuat secara
elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara
pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
2. kertas (hardcopy)
Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) adalah Faktur Pajak yang dibuat tidak
secara elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk setiap
penyerahan dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan dan/atau
ekspor Jasa Kena Pajak.
• Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 Faktur Pajak yang meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima
Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 bulan kalender (Faktur Pajak gabungan).
Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
• Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka
waktu 3 bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan
sebagai Faktur Pajak dan tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
• Atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan
produktif yang tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan
dari penerbitan Faktur Pajak.
• Faktur Pajak paling sedikit memuat:
1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak;
2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan
harga;
4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

• PEDAGANG ECERAN
Pedagang eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai
berikut:
1. melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu
tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
2. dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir,
tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau
lelang; dan
3. pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli
dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau
membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.
Termasuk dalam pengertian pedagang eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak
dengan cara sebagai berikut:
1. melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir
atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat
konsumen akhir lainnya;
2. dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan
penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
3. pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara
tunai.
Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan
mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan
Surat Tagihan Pajak.

FAKTUR PAJAK ELEKTRONIK
• Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
• Kriteria Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk
elektronik diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
• Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk
elektronik dan telah memenuhi kriteria ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak.
• Pengusaha Kena Pajak yang telah diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk
elektronik namun tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik atau membuat
Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata caranya, dianggap
tidak membuat Faktur Pajak.
• Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak
kepada Direktorat Jenderal Pajak.
• Tata cara pelaporan Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal
Pajak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
• Faktur Pajak berbentuk elektronik yang tidak dilaporkan oleh Pengusaha Kena
Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak atau dilaporkan tidak sesuai dengan tata
cara pelaporan bukan merupakan Faktur Pajak.
• Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang salah dalam pengisian, atau salah
dalam penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan
benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat
menerbitkan Faktur Pajak pengganti.
• Atas hasil cetak Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang,
Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik tersebut
dapat melakukan cetak ulang Faktur Pajak.
• Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena
Pajak dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk elektronik
kepada Direktorat Jenderal Pajak.
• Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang rusak, salah dalam pengisian,
atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap,
jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut
dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.
• Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang hilang, baik Pengusaha Kena
Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut
dapat membuat copy dari Faktur Pajak dan dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan
Pajak.
• Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak
yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik tidak dapat membuat
Faktur Pajak berbentuk elektronik, Pengusaha Kena Pajak tersebut diperkenankan
untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy).
Keadaan tertentu yang dimaksud adalah keadaan yang disebabkan oleh
peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan
sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak, yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
• Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-40/PJ/2013

Pada tanggal 26 November 2013 diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-40/PJ/2013 Tentang Pengawasan Pengusaha Kena Pajak.

Adapun Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut antara lain mengatur hal-hal
berikut:
• Pengawasan Pengusaha Kena Pajak adalah kegiatan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak dan pemenuhan persyaratan
subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak.
• Kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah kewajiban untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
• Persyaratan subjektif Pengusaha Kena Pajak adalah persyaratan yang dipenuhi
apabila Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha, yaitu orang pribadi atau
badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari
luar Daerah Pabean.
• Persyaratan objektif Pengusaha Kena Pajak adalah persyaratan yang dipenuhi
apabila Pengusaha melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud, Jasa Kena Pajak, dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
• Sistem pengawasan Pengusaha Kena Pajak adalah serangkaian kegiatan
pengawasan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan selama Pengusaha Kena Pajak terdaftar dalam administrasi
perpajakan.
• Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan terhadap seluruh Pengusaha Kena
Pajak terdaftar.
• Pengusaha Kena Pajak terdaftar, meliputi:
1. Pengusaha Kena Pajak yang sudah terdaftar dalam administrasi perpajakan
sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; dan
2. Pengusaha Kena Pajak yang baru terdaftar dalam administrasi perpajakan
setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
• Parameter yang digunakan dalam rangka melakukan pengawasan Pengusaha Kena
Pajak adalah:
1. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN); dan/atau
2. data dan informasi perpajakan (dapat berupa data dan informasi internal
maupun eksternal)

• Parameter SPT Masa PPN dapat digolongkan sebagai berikut:
1. SPT Masa PPN Nihil (SPT Nihil);
2. SPT Masa PPN yang Pajak Masukan dan Pajak Keluarannya Nihil (SPT PKPM
Nihil);
3. SPT Masa PPN Kurang Bayar (SPT KB);
4. SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi (SPT LBR);
5. SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi (SPT LBK);
6. SPT Masa PPN tidak disampaikan.
• Pada prinsipnya, pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan dalam jangka waktu setiap 6 Masa Pajak.
• Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan pada Masa Pajak setelah kondisi
berikut:
1. Dalam jangka waktu 3 Masa Pajak berturut-turut tidak menyampaikan SPT Masa
PPN dan/atau menyampaikan SPT PKPM Nihil
2. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 Masa Pajak terdapat 3
Masa Pajak tidak menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau menyampaikan SPT
PKPM Nihil
3. Pengusaha Kena Pajak menyampaikan SPT LBR
• Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dimulai pada saat Daftar Nominatif
Pengawasan Pengusaha Kena Pajak timbul pada Sistem Informasi Direktorat
Jenderal Pajak.
• Daftar Nominatif Pengawasan Pengusaha Kena Pajak bertujuan untuk memberikan
peringatan dini (early warning) atas kepatuhan Pengusaha Kena Pajak.
• Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan melalui penelitian SPT Masa PPN,
data (dilakukan oleh Account Representative) dan informasi perpajakan yang
dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak dan Hasil penelitian akan
dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian (LHPt).
• Hasil penelitian ditindaklanjuti dengan:
1. menerbitkan Surat Teguran;
2. menerbitkan Surat Tagihan Pajak;
3. menerbitkan Surat Himbauan atau menerbitkan Surat Himbauan dan melakukan
Konseling;
4. melakukan Verifikasi;
5. mengusulkan Pemeriksaan;
6. melakukan penelitian pengembalian kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
7. tindakan lain yang diperlukan.
• Apabila hasil penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan
menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak sudah tidak lagi memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak, atas Pengusaha
Kena Pajak tersebut dapat diusulkan untuk dilakukan Verifikasi dalam rangka
pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya.
• Dalam hal setelah dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
diperoleh data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak yang telah dicabut
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak-nya tersebut ternyata memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif, Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
atas Wajib Pajak tersebut dibatalkan.
• Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.03/2013

Pada tanggal 5 Desember 2013
diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.03/2013 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 Tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22

Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang
Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain.

Adapun ketentuan yang diubah pada Peraturan Menteri Keuangan tersebut adalah
sebagai berikut:

Atas impor:
    1. barang-barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
    2. selain barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1, yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;
    3. selain barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1, yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
    4. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013

Pada tanggal 20 Desember 2013 diterbitkan :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013
Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.
Adapun ketentuan yang diubah pada Peraturan Menteri Keuangan tersebut
adalah
sebagai berikut:


• Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000


• Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam 1 tahun buku tidak melebihi
Rp 4.800.000.000 Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan
pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.


• Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.