Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak saat ini tengah gencar melacak dan
mendata para pemilik mobil mewah untuk mengetahui kewajiban pajak
mereka, soalnya tak sedikit diantara mereka yang tak melaporkannya ke
Ditjen Pajak. Namun, penelusuran ini sekaligus bisa melacak aspek pajak
di perusahaan importir yang menjualnya.
“Artinya, dengan
penelusuran siapa jati diri pemilik dan profil kewajiban pajaknya, kita
juga bisa satu paket, yakni bagaimana saat proses pembelian. Apakah
pajak-pajaknya juga terpenuhi,” papar Direktur Penyuluhan, Pelayanan,
dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan,
Wahju Tumakaka, saat dihubungi detikOto, di Jakarta, Senin (17/3/2015).
Berbagai
jenis pajak memang ada dalam proses jual beli mobil mewah, mulai dari
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), pajak
impor dan lain-lain.
“Tentu, jika tidak terpenuhi kita akan lacak. Karena ini kan sudah menyangkut ranah pidana juga,” ucap Wahju.
Hanya,
Wahju tidak bersedia menyebutkan berapa banyak mobil-mobil berharga
selangit yang proses pembeliannya tidak memenuhi kewajiban pajak. Begitu
pun dengan perusahaan penjualnya. “Kami tidak mempunyai data, karenanya
kita lakukan pelacakan ini,” tuturnya.
Namun yang pasti, kata
dia, satuan tugas di Ditjen Pajak yang melakukan penelusuran informasi
dan data para pemilik mobil kelas atas itu terus bergerak secara
intensif.
“Kami tidak membentuk tim khusus, tapi sudah ada
Satgas yang dibentuk saat zaman (Dirjen Pajak dijabat) Pak Fuad
Rahmany,” kata Wahju.
Pajak Pemilik Mobil Mewah Jadi Incaran
Jakarta - Direkorat Jenderal Pajak saat ini tengah gencar melacak dan
mendata para pemilik mobil mewah untuk mengetahui kewajiban pajak
mereka. Soalnya tak sedikit diantara pemilik mobil berharga selangit itu
yang tidak memasukkan mobil itu dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
pajak.
“Begini. Pendataan ini merupakan pelaksanaan dari
Peraturan Pemerintah nomor 31 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data
dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan,” tutur Direktur
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak
Kemenkeu, Wahju Tumakaka, saat dihubungi detikOto, di Jakarta, Senin
(17/3/2015)
Dengan mengetahui profil pemilik mobil itu, Ditjen
Pajak juga akan mendapatkan gambaran tentang Wajib Pajak dari kalangan
berpunya.
“Karena kan mobil mewah itu sekaligus simbol status.
Artinya, dengan melihat mobil itu kita bisa tahu kemampuan pemiliknya.
Oleh karena itu, kita pastikan bagaimana dengan kewajiban mereka dalam
membayar pajak? Apakah sesuai profilnya,” ujar Wahju.
Namun,
pajak yang dimaksud Wahju bukan sekadar pajak mobil yang bersangkutan.
Pajak yang dimaksud adalah semua kewajiban pajak yang bersangkutan.
“Karena
kalau pajak mobil kan yang berhak (memungut) pemerintah daerah. Kalau
surat-suratnya tidak ada, ya kepolisian-lah yang berwenang,” tuturnya.
Wahju
mencontohkan beberapa mobil super yang ternyata tidak dilengkapi
surat-surat. Dari temuan itu, kemudian dikembangkan dan ternyata,
pemilik mobil yang bersangkutan mengisi SPT yang tidak sesuai dengan
fakta obyek pajak yang ada.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang
Brodjonegoro di hadapan Komisi XI DPR mengatakan, Kementerian Keuangan
khususnya Ditjen Pajak baru-baru ini mendata seorang wajib pajak yang
membeli mobil mewah Lamborghini.
Dari data yang didapat, pemilik mobil yang juga seorang perempuan, membeli mobil Lamborghini tetapi tidak memiliki NPWP.
Setelah
ditelusuri lebih jauh, ternyata perempuan tersebut membelinya dengan
uang dari suaminya. Sang suami memiliki NPWP, tetapi tak melaporkan
pembelian tersebut di SPT, karena atas nama istrinya.
"Kita tahu siapa suaminya. Kita dapat suaminya, dia punya NPWP, kita kemudian lihat track record pembayaran pajak," terangnya.
Dari
Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan dengan realita penghasilan
serta jumlah asetnya tidak cocok. Seharusnya, kata Bambang WP ini
membayar lebih besar.
"Ternyata tidak cocok, ya kita dekati. Kita sampaikan dan meminta ia bayar dengan benar," sebut Bambang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar